ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (INFRINGEMENT OF PRIVACY)
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
INFRINGEMENT OF PRIVACY
Diajukan untuk
memenuhi mata kuliah Etika Profesi Teknologi Dan Informasi pada Program Diploma
Tiga (D.3)
REGIANA ABDILAH
KELAS : 13.5A.11
KELAS : 13.5A.11
NIM : 13170520
Program Studi
Teknologi Komputer
Fakultas Teknologi
Informasi
Universitas Bina
Sarana Informatika Jatiwaringin
Jakarta
2020
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang
pantas kami ucapkan terkecuali syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami dalam
menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah E-Learning
ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI. Selain itu,isi makalah
dapat dijadikan pembelajaran dan pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dalam kesempatan
ini kami mengucapkan terimakasih kepada kepada
- Bapak Budi Santoso, S.Kom, M.Kom Selaku
dosen mata kuliah EPTIK
- Bapak Ibu kami yang selalu mendukung dan
mendoakan kami.
- Teman-teman yang telah memberikan waktu, kerja
sama yang solid dan saling mensupport beserta do’anya sampai makalah ini
terselesaikan.
Kami sangat
menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari kata sempurna terutama mengenai masalah dalam penyampaian bahasa dan
struktur isi makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Jakarta, 07 Januari
2020
Regiana Abdilah
DAFTAR ISI
Cover …………………………………………………………………………………………. 1
Kata
Pengantar ………………………………………………………………………………. 2
Daftar Isi …………………………………………………………………………………….. 3
BAB
I PENDAHULUAN
………………………………………………………………….. 4
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………………... 4
1.2 Batasan Masalah ………………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………... 4
1.4 Sistematika Penulisan …………………………………………………………………… 4
BAB
II PEMBAHASAN
………………………………………………………………….. 6
2.1 Cybercrime ……………………………………………………………………………… 6
2.2
Pengertian Infringement of Privacy …………………………………………………….. 6
2.2.1 Infringement of Privacy ………………………………………………………….. 6
2.2.2 Faktor
Penyebab Infringements of Privacy
……………………………………... 8
2.2.2.1 Kesadaran hokum ……………………………………………………………. 8
2.2.2.2 Faktor Penegak Hukum ……………………………………………………… 8
2.2.2.3 Faktor Ketiadaan Undang-undang …………………………………………... 8
2.2.3
Landasan Hukum Infringement Of Prifacy ……………………………………... 9
2.2.4 Contoh Kasus ……………………………………………………………………. 11
BAB
III PENUTUP ……………………………………………………………………… 13
3.1
Kesimpulan …………………………………………………………………………….. 13
3.2
Saran …………………………………………………………………………………… 13
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………………….. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perjalanan menuju masa depan,
saat ini perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan canggih terutama
pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan hemat
menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama untuk berkomunikasi dan
bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan
perusahaan. Internet sendiri merupakan jaringan komputer yang bersifat bebas
dan terbuka. Dengan demikian diperlukan usaha untuk menjamin keamanan informasi
terhadap komputer yang terhubung dengan jaringan Internet. Beberapa
instansi/perusahaan melakukan berabagai usaha untuk menjamin keamanan suatu
sistem informasi yang mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan
internet yang bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang negative, adapun
pihak-pihak dengan maksud tertentu yang berusaha untuk melakukan serangan
terhadap keamanan sistem informasi. Bentuk serangan tersebut dapat
dikelompokkan dari hal yang ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai
dengan yang sangat berbahaya. Semakin mudah kita berkomunikasi dan mencari
informasi maka di dalam kemudahan tersebut juga terdapat segala macam kejahatan
dan kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak legal.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang
cybercrime, pengertian infringement of privacy, penyebab infringement
of privacy, contoh kasus infringement of privacy.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
:
§ Untuk
memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Untuk
menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Menambah
wawasan tentang cybercrime dan menggunakan ilmu yang didapatnya untuk
kepentingan yang positif.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui lebih jelas urutan
penulisan dan mempermudah pembaca menelusuri dan memahami isi makalah maka di
susun menurut sistematika sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
Dalam
bab ini menjelaskan latar belakang secara umum, batasan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan makalah.
BAB
II PEMBAHASAN
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of
privacy.
BAB
III
PENUTUP
Dalam
bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran-saran yang membangun untuk para
pembaca dari pembahasan yang telah di jelaskan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian
tentang infringement of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui
apa itu arti cybercrime. Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan
dengan istilah cybercrime. Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan
kriminal yang dilakukan dengan teknologi computer, khususnya
teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum
yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet.
Cybercrime merupakan bentik-bentuk
kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat
mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S department of justice
memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring
knowledge of computer technologi for its perpetration,investigation,or
prosecution” pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of
European community development,yang mendefinisikan computer crime sebagai “any
illegal,unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing
and/or the transmission of data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya
“aspek –aspek pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai
“Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat
dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun
tidak, dengan merugikan pihak ,lain.
2.2 Pengertian Infringement
of Privacy
2.2.1 Infringement of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang
apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil
maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian
Privacy menurut para ahli Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi
mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan
hak dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan
untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan
individu llain.[Alan Westin]
Kerahasiaan
pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok
individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik,
atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang
dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh
orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari
keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh
pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak
negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki
hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan
pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada
beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan
berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik
yang dapat dianggap pribadi di negara atau budayalain.
Privasi dapat secara sukarela
dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan
sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi;
seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan periklanan)
untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah
jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau
disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi
tidaklah berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan
Louis D Brandeis menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di
Harvard Law Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun
1888 menggambarkan "Right to Privacy" sebagai "Right to be Let
Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak
di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan
sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya
untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 :
281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk
mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna
mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari
William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap
300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas
bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat
kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan
interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau
situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan
atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain,
atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang
lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk
mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang
hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain
dalam rangka menyepi saja.
Teknologi internet ini melahirkan
berbagai macam dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah
memunculkan berbagai kejahatan maya (cybercrime) yang meresahkan masyarakat
Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Kejahatan
tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang
terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan
kepastian hukum tentang kerugian akibat cybercrime tersebut. Undang-Undang ini
akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu
pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli,
merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cybercrime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cybercrime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
2.2.2 Faktor
Penyebab Infringements of Privacy
2.2.2.1 Kesadaran hukum :
Masayarakat Indonesia sampai saat
ini dalam merespon aktivitas cybercrime masih dirasa kurang Hal
ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of
information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cybercrime. Lack
of information ini menyebabkan upaya penanggulangan cybercrime mengalami
kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang
diduga berkaitan dengan cybercrime. Mengenai kendala yakni proses
penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang
benar akan tindak pidana cybercrime maka baik secara langsung maupun
tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola penataan. Pola penataan ini
dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman pidana yang dikenakan bila
melakukan perbuatan cybercrime atau pola penaatan ini tumbuh atas
kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum. Melalui pemahaman yang
komprehensif mengenai cybercrime, menimbulkan peran masyarakat dalam upaya
pengawasan, ketika masyarakat mengalami lack of information, peran mereka
akan menjadi mandul.
2.2.2.2 Faktor Penegak Hukum :
Masih sedikitnya aparat penegak
hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi (internet), sehingga pada
saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak hukum mengalami, kesulitan
untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila
kejahatan yang dilakukan memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit. Aparat
penegak hukum di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan
ini karena masih banyak institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun
Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan
teknologi yang sedemikian canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu
daerah.
2.2.2.3 Faktor Ketiadaan Undang-undang :
Perubahan-perubahan sosial dan
perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada
keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh
perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia
belum memiliki perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cybercrime
belum juga terwujud. Cybercrime memang sulit untuk dinyatakan atau
dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk
melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cybercrime, asas ini cenderung
membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun
penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang
yang mengatur cybercrime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak
memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun
penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya
asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat
pengecualian.
2.2.3 Landasan Hukum Infringement Of
Prifacy
Undang – Undang ITE ( Informasi dan
Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1. Bahwa
pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
2. Bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa.
3. Bahwa
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4. Bahwa
penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5. Bahwa
pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6. Bahwa
pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7. Bahwa
berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf
c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi
dan transaksi elektronik.
Dan
akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah
memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi transaksi
elektronik:
· Bab
I, tentang Ketentuan Umum
· Bab
II, tentang Asas dan Tujuan
· Bab
III, tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
· Bab
IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
· Bab
V, tentang transaksi elektronik
· Bab
VI, tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
· Bab
VII, tentang perbuatan yang dilarang
· Bab
VIII, tentang penyelesain sengketa
· Bab
IX, tentang peran pemerintah dan masyarakat
· Bab
X, tentang penyidikan
· Bab
XI, tentang ketentuan pidana
· Bab
XII, tentang ketentuan peralihan
· Bab
XIII, tentang ketentuan penutup
Atau
UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi
Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Sanksi pelanggaran pasal disebutkan pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti
halnya porno dan tidak porno, maka merasa terhina atau tidak terhina juga
berada dalam domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap orang tentunya akan
berbeda-beda merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut pendendam atau
pemaaf, dan penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran
nama baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya.
Orang hukum mungkin mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian
hukum. Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang
yang lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU
menjadi tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki
OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat
yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa
dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia,
belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu
sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3
UU-ITE ini adalah orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di internet?
Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk
menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam
tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya waktu untuk kehilangan 6
tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau
dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang miskin (yang tak
punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem keadilan yang
berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan
di Amerika Serikat yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop
Online Piracy Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online.
RUU ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober
2011. Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak
kegiatan online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect
Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU
PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU
tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh
pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
RUU
ini bertujuan untuk :
a. Melindungi
kekayaan intelektual dari pencipta konten
b. Perlindungan
terhadap obat-obatan palsu
c. Setelah
RUU SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA
adalah singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and Protection Act.Adapun Kutipan
dari CISPA atau Sharing Intelijen Cyber dan
Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang
dari ketentuan hokum lain, sebuah entitas mandiri yang dilindungi mungkin,
untuk tujuan cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk
mengidentifikasi dan memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak
dan milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti
informasi dengan entitaslain, termasuk Pemerintah Federal .
2.2.4 Contoh Kasus
Mengirim dan mendistribusikan
dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama baik, dll.
Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak tertentu telah
mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat olehnya.
Melakukan
penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang
lain.
Melakukan
penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut
dengan hijacking. Hijackingmerupakan kejahatan melakukan pembajakan
hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat
lunak (Software Piracy).
Melakukan pembobolan secara sengaja
ke dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah
Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang
terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan
komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem
jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak
yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini
adalah probing dan port.
Memanipulasi, mengubah atau
menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data
forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data
pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Contoh lainnya adalah Cyber Espionage,
Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan kejahatan
yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain dengan memasuki sistem jaringan
komputernya. Sabotage dan Extortion merupakan jenis
kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran
terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.
Google
telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang
yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja
dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan
cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang
menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google
mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi
pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin
untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi
dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada
penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita
dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan
mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa
mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi
yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi
kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia.
Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari
beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya.
Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum
yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang
terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam
bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih
besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya
bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah
mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang
diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa
berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :
Pelanggaran
terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi
rumahnya tanpa izin dari Tora.
Pelanggaran
terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang
mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
Pelanggaran
terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena
penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari makalah ini kami menyimpulkan
bahwa infringement of privacy adalah suatu kegiatan atau aktifitas
untuk mencari dan melihat terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.
3.2
Saran
Penulis memberikan saran
kepada pengguna internet, untuk menggunakan secara
positif dan tidak memanfaatkan perkembangan teknologi
internet sebagai bahan untuk merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ramli,
Ahmad M. Cyber Law dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika
Aditama, 2006 Magdalena, Merry dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw,
Tidak Perlu Takut. Yogyakarta: Andi, 2007
Sulaiman,
Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce Crime. Pusat Bisnis Fakultas
Hukum: Universitas Pelita Harapan, 2002
Modul
/ slide mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informatika dan Komunikasi Tahun
2013.
Komentar
Posting Komentar